Profesionalitas Kejari Garut Dipertanyakan

banner 468x60

DINAMIKA – Dugaan korupi pembangunan Joging Track pada Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Kabupaten Garut berada diujung tanduk.

Pasalnya, perkara ini sudah menjadi perkara yang ditangani pihak Kejaksaan Negeri Garut. Namun, setelah lebih dari tiga bulan sejak mulai dilakukan penyidikan hingga saat ini, pihak Kejari belum menetapkan status tersangka kepada orang yang layak menyandangnya.

banner 336x280

Hal tersebut diingatkan pelapor kasus tersebut Asep Muhidin, S.H.,M.H agar Kejari Garut profesional dalam menegakan hukum, karena dalam kasus dugaan korupi joging track telah ada hasil perhitungan kerugian keuangan negara, Jumat (20/01/2023).

“Selain melihat kerugian, kejari agar mempertimbangkan kualitas dan kuantitas bangunan joging track terebut, karena apabila volumenya dikurangi tentu kualitas dan kekuatannya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan,” sebutnya.

Meskipun akan ada pengembalian kerugan keuangan negara, Asep berpendapat, Kejari harus berpedoman kepada Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-undang 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR).

“Di sana disebutkan pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3,” ujar Asep.

“Jadi, pegembalian kerugian itu salah satu tujuan adanya penegakan hukum selain memberikan nestapa (Pidana) terhadap perbuatannya. Karena dengan mengembalikan kerugian bukan menghapus unsur perbutan pidana seseorang,” sambungnya.

Bahkan , jelas Asep Muhidin, Jaksa Agung sempat menyinggung kalau ada korupsi hanya Rp. 50 Juta, diselesaikan dengan pengembalian kerugian, sementara kerugian dalam pekerjaan Joging Track lebih dari Rp. 50 Juta.

“Jadi tidak ada dalam kamus hukum atau asas hukum yang mengatur ndang-undang dapat dikesampingkan oleh surat edaran atau peraturan,” jelasnya.

“Kita kan tahu ada asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori. Asas ini menyatakan bahwa peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dengan demikian, peraturan yang lebih tinggi akan mengenyampingkan peraturan yang lebih rendah,” ujarnya.

Sebagai pelapor, Asep Muhidin meminta Kejaksaan Negeri Garut memberikan kepastian hukum dan berkeadilan. Jangan sampai yang mencuri ayam diproses sampai ke persidangan meskipun ayam yang dicurinya telah dikebalikan.

“Logikanya kan kesitu. Lalu ada yang korupsi, lalu hasil korupsinya dikembalikan, ya tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatanya bukan dibebaskan. Itu namanya hukum berkeadilan, tidak tajam kebawah tumpul keatas,” tegasnya. (***)

banner 336x280